Indonesia resmi menjadi anggota penuh ke-40 Financial Action Task Force (FATF) pada Oktober 2023. Status ini menandai pengakuan internasional atas kemajuan sistem pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme nasional.
Keanggotaan tersebut membawa konsekuensi serius bagi sektor bisnis. Di tahun 2025, perusahaan harus bersiap menghadapi peningkatan standar pengawasan dan pembaruan kebijakan, termasuk penerapan protokol Anti Pencucian Uang (APU), Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), serta Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPPSPM).
Dalam wawancara eksklusif dengan, Co-Founder Proxsis & Co, Roni Sulistyo Sutrisno, menilai keanggotaan penuh Indonesia di FATF bukanlah akhir dari proses reformasi keuangan, melainkan awal dari fase baru pengawasan yang lebih ketat.
“Keanggotaan ini berarti semua rekomendasi FATF harus diikuti. Tak hanya pemenuhan kepatuhan di atas kertas, tapi harus ada bukti efektivitas dari setiap program yang diterapkan,” ujar Roni.
Baca juga : Memahami Kebijakan APU, PPT, dan PPPSPM
Menurutnya, ada tiga perubahan utama yang harus diantisipasi pelaku usaha di Indonesia.
Bukti Efektivitas Program APU-PPT
Perusahaan tidak cukup sekadar memenuhi regulasi teknis. Otoritas seperti OJK dan PPATK akan lebih menekankan pembuktian bahwa program APU-PPT benar-benar dijalankan dan berdampak nyata dalam aktivitas bisnis.
Permintaan Uji Tuntas dari Mitra Asing
Mitra internasional akan lebih selektif dalam menjalin kerja sama. Perusahaan dituntut memiliki sistem uji tuntas (due diligence) yang jelas dan berbasis risiko. Hal ini menjadi penting untuk mempertahankan kepercayaan di tengah keterbukaan pasar global.
“Perusahaan Indonesia harus siap untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki sistem yang efektif dalam mengelola APU dan PPT, bukan hanya di atas kertas,” jelas Roni.
Pengawasan Ketat Sektor Non-Finansial
Sektor bisnis non-keuangan, seperti agen properti dan notaris, kini masuk radar pengawasan. Selama ini, sektor ini dinilai rawan menjadi titik lemah dalam pencegahan kejahatan keuangan.
Baca juga : Tantangan dan Keuntungan Penerapan APU PPT di Era Regulasi Ketat
“Pengawasan terhadap sektor bisnis non-finansial seperti agen properti dan notaris akan semakin ketat. Mereka juga harus mematuhi ketentuan APU dan PPT dengan lebih baik lagi,” ungkapnya.
Roni menambahkan, perusahaan perlu mengubah pola pikir. Kepatuhan bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi bagian dari upaya melindungi bisnis dan memperkuat daya saing. Pendekatan kreatif seperti pelatihan daring, kuis, atau simulasi berbasis game bisa menjadi solusi peningkatan kesadaran karyawan.
“Ini bukan hanya soal memenuhi kewajiban, tapi lebih kepada melindungi kita bersama dan mengurangi risiko bisnis secara keseluruhan,” katanya.
Indonesia menjadi anggota penuh FATF pada 25 Oktober 2023 dalam sidang pleno di Paris. Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut capaian ini akan memperkuat kepercayaan global terhadap sistem keuangan Indonesia.
Ke depan, regulator seperti OJK, BI, dan PPATK diharapkan memperkuat pengawasan berbasis risiko, termasuk terhadap pelaku usaha di luar sektor keuangan. Sementara perusahaan perlu memperkuat sistem teknologi, audit internal, serta pelatihan sumber daya manusia bidang kepatuhan (compliance).
Baca juga : Proxsis Consulting Insight: Penerapan APU PPT di Perusahaan Indonesia

Jangan ragu untuk memulai perubahan positif dalam bisnis Anda! Konsultasikan strategi bisnis dan transformasi strategis bersama kami untuk mengarahkan perjalanan sukses Anda.
Butuh konsultasi lebih lanjut tentang
Governance, Risk, & Compliance
Share on :