Dunia perbankan sedang berada pada titik balik paling penting.
Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini bukan sekadar pelengkap operasional tetapi fondasi utama inovasi produk, keamanan data, dan pelayanan nasabah.
Namun, di balik peluang besar itu, hadir pula tantangan serius: bagaimana memastikan AI berjalan dengan etis, transparan, dan sesuai regulasi?
Untuk menjawab pertanyaan itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Pedoman Tata Kelola Kecerdasan Artifisial (AI) untuk Perbankan Indonesia pada April 2025. Pedoman ini akan menjadi acuan utama bank dalam mengelola risiko dan tata kelola AI menjelang 2026.
Artikel ini mengulas bagaimana pedoman tersebut dapat diterjemahkan ke dalam strategi Governance, Risk, and Compliance (GRC) yang konkret agar bank tidak hanya patuh, tetapi juga unggul secara strategis di era AI.
Mengapa OJK Menerbitkan Pedoman Tata Kelola AI
Transformasi digital di industri perbankan telah membuat penggunaan AI semakin luas:
mulai dari analisis kredit, deteksi penipuan (fraud detection), rekomendasi investasi, hingga chatbot layanan nasabah.
Namun, semakin kompleks sistem AI, semakin besar pula risikonya:
Bias algoritma dapat membuat keputusan kredit tidak adil.
Kurangnya transparansi model dapat menimbulkan risiko hukum.
Kebocoran data pribadi bisa berdampak reputasional dan finansial.
Pengambilan keputusan otomatis tanpa pengawasan manusia bisa berakibat fatal.
OJK melihat bahwa inovasi tanpa tata kelola adalah risiko laten.
Pedoman ini hadir untuk memastikan setiap bank yang menggunakan AI tetap menjaga keamanan, keandalan, dan kepercayaan publik.
Inti dari Pedoman Tata Kelola AI OJK
Pedoman ini berfungsi sebagai panduan strategis bagi bank dalam menerapkan AI secara bertanggung jawab, transparan, dan sesuai prinsip kehati-hatian.
Beberapa prinsip utamanya meliputi:
Akuntabilitas dan Pengawasan Manusia (Human Oversight)
Setiap keputusan AI tetap harus memiliki kendali manusia. AI adalah alat bantu, bukan pengganti tanggung jawab manusia.Transparansi dan Explainability
Bank wajib memastikan hasil keputusan AI bisa dijelaskan secara logis dan dapat diaudit.Etika dan Non-Bias
Sistem AI harus dirancang untuk menghindari diskriminasi berdasarkan data atau algoritma yang bias.Keamanan Data dan Privasi
Semua data pelatihan dan output AI wajib memenuhi regulasi Perlindungan Data Pribadi (UU No. 27/2022) serta ketentuan keamanan TI dari OJK.Audit dan Dokumentasi yang Memadai
Setiap tahapan pengembangan dan penerapan AI harus terdokumentasi untuk keperluan audit, pelaporan, dan pembuktian kepatuhan.
Dengan prinsip tersebut, OJK menekankan bahwa AI bukan hanya inovasi teknologi, tapi juga praktik tata kelola baru yang harus diintegrasikan ke dalam sistem manajemen risiko perbankan.
Keterkaitan dengan Kerangka GRC (Governance, Risk, Compliance)
Untuk menerapkan pedoman ini secara efektif, bank perlu membangun kerangka GRC AI yang kokoh — menyatukan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan regulasi dalam satu sistem terpadu.
a. Governance (Tata Kelola AI)
Bentuk Komite AI (AI Committee) yang terdiri dari fungsi risiko, hukum, TI, data, dan kepatuhan.
Tetapkan kebijakan internal penggunaan AI: ruang lingkup, tanggung jawab, persetujuan model, dan evaluasi berkala.
Pastikan Direksi dan Dewan Komisaris memahami serta menyetujui setiap inisiatif AI strategis.
b. Risk Management (Manajemen Risiko AI)
Kelola risiko di sepanjang AI Lifecycle: mulai dari perancangan, pelatihan model, implementasi, hingga pemeliharaan.
Identifikasi risiko seperti bias, model drift, keamanan algoritma, dan risiko reputasi.
Gunakan pendekatan tiga lini pertahanan: operasional, pengawasan risiko, dan audit independen.
c. Compliance (Kepatuhan)
Selaraskan dengan peraturan OJK, UU P2SK, UU PDP, serta standar internasional (misalnya EU AI Act dan ISO/IEC 42001).
Lakukan audit internal AI minimal setahun sekali.
Siapkan pelaporan dan dokumentasi ke regulator.
Pendekatan GRC ini memastikan bahwa teknologi AI tidak hanya aman, tapi juga selaras dengan tujuan bisnis dan regulasi.
Baca juga : ESG 2025 Jadi Penentu Daya Saing: 10 Tren Kunci, Regulasi Baru, dan Strategi Bisnis Berkelanjutan
Strategi Implementasi GRC AI Menuju 2026
Untuk siap sepenuhnya menghadapi fase kepatuhan AI pada 2026, bank dapat membangun strategi GRC bertahap sebagai berikut:
Langkah 1 – Membangun Kepemimpinan & Budaya Etis
AI governance harus dimulai dari atas. Direksi perlu menunjukkan komitmen melalui:
Pembentukan AI Steering Committee.
Sosialisasi nilai Responsible AI ke seluruh karyawan.
Integrasi etika AI ke dalam kode etik perusahaan.
Langkah 2 – Menyusun Kebijakan & Prosedur AI
Dokumen kebijakan perlu mencakup:
Tujuan penggunaan AI.
Prinsip akuntabilitas dan pengawasan.
Alur persetujuan dan eskalasi risiko.
Prosedur rollback jika sistem AI gagal.
Langkah 3 – Manajemen Risiko AI Terintegrasi
Petakan semua aplikasi AI yang aktif di organisasi.
Nilai risiko dari tiap sistem (finansial, reputasional, hukum, data).
Gunakan model evaluasi risiko berbasis likelihood x impact.
Langkah 4 – Membangun Infrastruktur & Data Governance
Pastikan data yang digunakan bebas bias dan sah secara hukum.
Siapkan pipeline data yang terstandarisasi.
Gunakan teknologi model monitoring untuk mendeteksi anomali.
Langkah 5 – Pelatihan & Penguatan SDM
Latih tim TI, data scientist, risk, dan compliance agar memahami prinsip ethical AI.
Bangun fungsi AI Compliance Officer yang memantau penerapan harian.
Dorong kolaborasi lintas departemen untuk mempercepat pemahaman.
Langkah 6 – Audit & Evaluasi Berkala
Lakukan audit independen AI secara rutin.
Evaluasi efektivitas kebijakan dan model berdasarkan data aktual.
Lakukan review risiko tiap kali AI mengalami model update.
Baca juga : 7 Cara Manajemen Proses Bisnis (BPM) Memperkuat Fondasi GRC Perusahaan
Tantangan Implementasi di Lapangan
Meskipun pedoman OJK sudah jelas, pelaksanaannya tidak selalu mudah. Ada beberapa tantangan yang umum muncul:
Tantangan | Dampak | Solusi StrategiY.Proxsis |
Keterbatasan SDM ahli AI dan risiko | Pengawasan AI tidak optimal | Program pelatihan GRC AI & sertifikasi internal |
Data yang bias atau tidak valid | Keputusan AI tidak adil | Penerapan data governance dan fairness test |
Infrastruktur belum siap | Risiko keamanan dan downtime | Audit kesiapan TI dan integrasi cloud-security |
Perubahan regulasi cepat | Risiko non-compliance | Pembentukan unit compliance AI khusus |
Minimnya budaya etis | Potensi penyalahgunaan AI | Sosialisasi dan etika korporasi berbasis AI principles |
Manfaat Strategis bagi Bank
Bank yang menerapkan tata kelola AI berbasis GRC bukan hanya lebih patuh, tetapi juga akan memperoleh keunggulan kompetitif jangka panjang:
Peningkatan Kepercayaan Nasabah
Transparansi dan etika dalam AI membangun loyalitas dan reputasi merek.Efisiensi Operasional
Proses otomatis yang terkontrol mengurangi kesalahan manual dan mempercepat layanan.Inovasi Produk Aman
AI dapat dimanfaatkan dengan tetap mematuhi hukum dan prinsip kehati-hatian.Kesiapan Audit dan Regulasi
Dokumentasi lengkap memudahkan proses audit internal maupun OJK.Daya Saing Digital
Bank lebih cepat beradaptasi terhadap tren Generative AI dan kolaborasi dengan fintech.
Singkatnya, governance yang kuat = inovasi yang berkelanjutan.
Roadmap Implementasi Menuju Kepatuhan 2026
Berikut rencana aksi yang dapat dijadikan acuan praktis oleh bank:
2025 (Persiapan Awal):
Bentuk komite AI.
Lakukan AI Risk Baseline Assessment.
Sosialisasi kebijakan internal ke seluruh departemen.
Semester 1 2026:
Implementasi kebijakan AI governance.
Integrasi risk & compliance dalam setiap siklus proyek AI.
Mulai uji audit internal dan fairness testing.
Semester 2 2026:
Evaluasi hasil implementasi.
Laporkan progress dan maturity level kepada regulator.
Rancang strategi peningkatan berkelanjutan (continuous improvement).
Baca juga : Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2026: Siapkah Hadapi Guncangan Global?
Kesimpulan: Menuju Tata Kelola AI yang Tangguh dan Adaptif
Pedoman Tata Kelola AI dari OJK bukan sekadar aturan kepatuhan. Ia adalah peta jalan masa depan untuk membangun industri perbankan yang transparan, adil, aman, dan berkelanjutan.
Dalam konteks digitalisasi yang semakin cepat, keberhasilan bank tidak lagi ditentukan oleh seberapa canggih teknologinya, tetapi oleh seberapa baik teknologi itu dikelola. Di sinilah peran pendekatan Governance, Risk, and Compliance (GRC) menjadi krusial.
Governance memastikan arah strategis AI sejalan dengan visi bisnis dan tanggung jawab manajemen.
Risk Management melindungi organisasi dari ancaman bias, pelanggaran data, dan kesalahan algoritma.
Compliance menjamin setiap inovasi tetap sesuai dengan hukum, etika, dan ekspektasi publik.
Bank yang mulai beradaptasi sejak sekarang tidak hanya akan siap menyambut 2026, tetapi juga memimpin perubahan dalam era keuangan berbasis kecerdasan buatan.
Karena pada akhirnya, AI bukan lagi pilihan ia adalah keharusan.
Dan hanya organisasi dengan tata kelola yang tangguh yang mampu menjadikannya keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa tujuan utama pedoman Tata Kelola AI dari OJK?
Pedoman ini dibuat untuk memastikan bahwa penggunaan AI di sektor perbankan dilakukan secara bertanggung jawab, transparan, aman, dan selaras dengan regulasi yang berlaku.
Dengan pedoman ini, bank diharapkan mampu menyeimbangkan antara inovasi digital dan prinsip kehati-hatian dalam mengelola risiko teknologi.
2. Apakah semua bank wajib membentuk Komite AI?
Ya. OJK mendorong setiap bank untuk membentuk Komite AI baik berdiri sendiri maupun menjadi bagian dari Komite TI.
Komite ini berfungsi mengawasi tata kelola AI, menilai risiko algoritmik, dan memastikan penerapan sistem AI berjalan sesuai kebijakan internal serta etika industri perbankan.
3. Apa risiko utama jika AI tidak dikelola dengan baik?
Risikonya bisa serius:
Bias algoritma yang menyebabkan keputusan kredit tidak adil.
Kebocoran atau penyalahgunaan data pribadi.
Keputusan otomatis tanpa pengawasan manusia yang bisa berdampak hukum.
Serta kerugian reputasi yang menurunkan kepercayaan publik.
Oleh karena itu, manajemen risiko AI menjadi aspek vital dari implementasi pedoman ini.
4. Bagaimana hubungan pedoman ini dengan kerangka GRC?
Pedoman AI OJK dapat diintegrasikan langsung ke dalam kerangka Governance, Risk, and Compliance (GRC).
Governance mengatur struktur dan tanggung jawab pengawasan.
Risk Management membantu mengidentifikasi dan mengendalikan risiko AI.
Compliance memastikan setiap langkah sesuai hukum, standar, dan nilai etika.
Ketiganya membentuk sistem tata kelola AI yang utuh dan berkelanjutan.
5. Kapan bank harus mulai menerapkan pedoman ini?
Tahun 2025 menjadi masa transisi dan persiapan kebijakan, sementara 2026 ditetapkan sebagai periode implementasi penuh.
Bank diharapkan sudah memiliki kebijakan, komite, serta sistem audit AI internal sebelum masa evaluasi OJK dimulai.
Bangun Tata Kelola AI yang Aman, Etis, dan Kompetitif Bersama StrategiY.Proxsis
Era AI di sektor keuangan menuntut lebih dari sekadar adopsi teknologi, ia menuntut tata kelola yang matang dan manajemen risiko yang kokoh.
Itulah mengapa StrategiY.Proxsis hadir untuk membantu bank dan lembaga keuangan menerjemahkan pedoman OJK menjadi strategi GRC yang nyata dan terukur.
Kami mendampingi organisasi dalam:
Penyusunan kebijakan dan pembentukan Komite AI sesuai pedoman OJK.
Pelaksanaan audit dan gap analysis GRC AI untuk menilai kesiapan organisasi.
Program pelatihan Responsible AI Governance bagi manajemen dan tim operasional.
Pendampingan menyeluruh menuju implementasi AI yang etis dan berdaya saing global pada tahun 2026.
Hubungi kami di www.proxsisgroup.com untuk konsultasi awal.
Mari bersama mewujudkan tata kelola AI yang patuh, tangguh, dan berkelanjutan karena keunggulan masa depan lahir dari inovasi yang terkelola dengan baik.








