Article

Investree dan Kegagalan GCG

Pelajaran Penting sebelum Berinvestasi di P2P Lending

3 Des 2025

windowpanes at the building
windowpanes at the building
windowpanes at the building

Siapa, sih, yang nggak kepincut sama P2P lending? Prosesnya gampang, menjanjikan return tinggi, dan langsung jadi favorit buat yang pengin investasi tanpa ribet.

Tapi, begitu kasus Investree muncul, tamatlah cerita manis itu. Platform berizin OJK dan bermerek besar ternyata bisa goyah parah. Kenapa? Karena satu fondasi pentingnya rapuh: Good Corporate Governance (GCG).

Kasus ini menyadarkan kita: Izin OJK hanyalah tiket masuk, bukan jaminan dana aman. Kepercayaan jangan hanya dibangun di atas logo atau janji cuan saja.

Investree memaksa kita bertanya: Bagaimana nasib uang publik jika tata kelola perusahaan bobrok?

Simak lebih lanjut, kami akan bongkar kenapa GCG jauh lebih penting dari return tinggi, dan cara cerdas menguji integritas platform sebelum Anda menaruh uang. Jadi investor cerdas, yuk, bukan cuma investor cepat cuan.

Mengenal Investree dan Posisi Strategisnya di Industri P2P Lending

Investree itu bukan pemain baru. Ia termasuk "kakak kelas" di industri P2P lending Indonesia, memposisikan dirinya sebagai jembatan yang super penting. 

Bayangkan, mereka menghubungkan kita para lender atau pemberi dana publik dengan para UMKM atau pemilik usaha yang butuh modal. Ini keren, karena mereka mengusung narasi inklusi keuangan yang mulia.

Sebagai pemain besar dan pelopor, wajar jika Investree sempat menikmati tingkat kepercayaan publik yang super tinggi. Kenapa?

  1. Ada "Cap Halal" OJK
    Paling utama, mereka terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini ibarat "tiket masuk" yang bikin banyak investor ritel langsung tenang.

  1. Nama Besar di Mana-Mana
    Mereka punya brand yang sering muncul di media, sering diundang seminar. Image ini menciptakan ilusi keamanan dan kredibilitas.

  1. Membawa Misi Mulia
    Mereka menggaungkan pembiayaan sektor produktif. Siapa coba yang nggak bangga ikut memajukan UMKM sambil dapat return?

Tapi, inilah plot twist-nya:

Titik fatal dari investasi digital ada di sini. Kepercayaan yang dibangun tadi, ternyata bukan didasarkan pada pemahaman mendalam investor terhadap tata kelola internal perusahaan. Kepercayaan itu dominan hanya dibangun oleh citra (izin OJK dan brand besar).

Padahal, izin OJK hanya memastikan kepatuhan regulasi dasar. Ia tidak menjamin Good Corporate Governance (GCG) prinsip pengelolaan risiko dan akuntabilitas berjalan sehat 100% di belakang layar. 

Di momen krusial inilah, kita baru sadar: logo yang meyakinkan ternyata tidak selalu sejalan dengan sistem internal yang kuat. Ini jadi pelajaran mahal untuk semua, bahwa kepercayaan tanpa analisis GCG yang mendalam sama saja dengan investasi buta.

Apa Itu Good Corporate Governance (GCG) dan Mengapa Krusial di P2P Lending

Oke, mari kita break down intinya Good Corporate Governance (GCG) itu gampangnya adalah "aturan main" atau rulebook super ketat yang mengatur cara sebuah perusahaan, dari pucuk pimpinan sampai staf operasional, harus dikelola dan diawasi. 

Ini adalah sistem yang memastikan perusahaan berjalan lurus dan tidak serampangan. Kita sering menyebutnya juga sebagai tata kelola perusahaan yang sehat.

Prinsipnya itu ada lima pilar utama yang nggak boleh goyah:

  • Transparansi
    Ini soal kejujuran total. Semua informasi penting harus dibuka, nggak ada yang ditutup-tutupi dari dana publik yang mereka kelola.

  • Akuntabilitas
    Semua orang di manajemen harus bisa dipertanggungjawabkan atas keputusannya. No escape route!

  • Responsibilitas
    Perusahaan bertanggung jawab, bukan hanya ke pemegang saham, tapi juga ke semua pihak, termasuk lender (investor) dan pemerintah (regulator).

  • Independensi
    Manajemen dan Dewan Pengawas harus independen. Nggak boleh ada conflict of interest yang bisa merusak keputusan.

  • Kewajaran (Fairness)
    Perusahaan harus memperlakukan semua stakeholder (termasuk investor ritel) secara adil dan setara.

Lalu, Kenapa GCG di Fintech P2P Lending Ini Krusial Banget?

Di P2P lending, GCG itu naik kasta, jadi superstar. Kenapa? Karena platform ini murni mengelola dana publik (uang kita!). Investor, atau lender, itu posisinya pasif. 

Kita cuma tahu setor uang, terima return, dan baca laporan yang disajikan. Kita nggak bisa ikut nimbrung di rapat manajemen risiko atau melihat langsung proses audit peminjam.

Inilah yang bikin integritas manajemen menjadi segalanya.

Tanpa GCG yang kuat, platform P2P lending itu seperti kotak pandora yang terbuka lebar. Risikonya bukan sekadar gagal bayar, tapi risiko internal yang jauh lebih gelap, seperti konflik kepentingan (misalnya, membiayai perusahaan sendiri), moral hazard (kesengajaan untuk mengambil risiko tinggi karena tahu uang yang dipakai adalah uang orang lain), sampai manipulasi informasi.

Intinya, GCG adalah benteng pertama perlindungan investor. Kalau benteng ini rapuh, janji return setinggi langit pun nggak ada artinya.

Baca juga : Meningkatkan Kinerja Business Process dengan Penerapan Good Corporate Governance (GCG)  

Indikasi Kegagalan GCG dalam Kasus Investree

Saat Investree mulai limbung, tiga pilar utama Good Corporate Governance (GCG) ini langsung jadi sorotan utama. Ibarat sebuah rumah, ini adalah tiga fondasi yang ternyata rapuh, jauh dari citra kokoh yang selama ini mereka tunjukkan.

1. Transparansi yang Gagal Total (Information Asymmetry)

Ini adalah dosa pertama yang paling dirasakan investor ritel. Transparansi di sini bukan hanya soal memajang logo OJK di website, tapi soal kejujuran dalam komunikasi.

Dalam kasus-kasus platform bermasalah, termasuk Investree, yang terjadi adalah ketidakseimbangan informasi. Risiko pembiayaan, kualitas borrower, dan prediksi potensi gagal bayar seolah jadi rahasia dapur yang nggak boleh bocor. 

Investor baru tahu risiko itu nyata setelah masalahnya meledak bukan saat mereka sedang menaruh uang. Investor hanya disajikan imbal hasil (return) yang indah, tanpa dibekali peta risiko yang utuh. Praktik ini membuat investor berinvestasi dalam kegelapan, modal kepercayaan buta pada P2P lending.

2. Akuntabilitas Manajemen yang Dipertanyakan

GCG menuntut akuntabilitas mutlak. Ketika dana publik dikelola, setiap keputusan strategis harus bisa dipertanggungjawabkan. Di sinilah letak krisis kepercayaan kedua.

Saat masalah muncul, yang diuji bukan lagi seberapa bagus kinerja bisnisnya, tapi reaksi manajemen. Seberapa cepat mereka merespons? Seberapa terbukanya mereka ke publik (dan OJK)? Apakah ada mekanisme pengawasan internal yang benar-benar independen dan berjalan? 

Kasus Investree menunjukkan bahwa struktur organisasi boleh terlihat rapi, tapi akuntabilitas sejati adalah praktik nyata di meja pengambilan keputusan. Gagalnya manajemen merespons secara transparan dan bertanggung jawab hanya memperparah hilangnya kepercayaan.

3. Manajemen Risiko yang "Lemes"

Industri P2P lending itu medan tempur yang rentan. Ia menghadapi trio risiko yang mematikan: risiko kredit (gagal bayar dari peminjam), risiko likuiditas (kesulitan mengembalikan dana ke investor), dan risiko reputasi (citra buruk).

Banyak platform yang ambisius, terjebak pada strategi pertumbuhan agresif yang beracun. Mereka fokus membesar-besarkan angka penyaluran dana tanpa diikuti penguatan governance internal. 

Akibatnya, sistem manajemen risiko mereka jadi "lemes". Ketika kualitas pembiayaan di lapangan mulai menurun dan outstanding loan menumpuk, sistem internal Investree tidak cukup kuat untuk menahan guncangan. Mereka terlena mengejar cuan dan volume, dan lupa bahwa benteng pertahanan itu harus lebih tebal dari ambisi.

Dampak Kegagalan GCG terhadap Investor dan Ekosistem

Gagalnya Good Corporate Governance (GCG) di sebuah platform besar seperti Investree itu efeknya nggak main-main, lho. Ibaratnya, kalau fondasi rumah ambruk, bukan cuma pemilik rumah yang kena, tapi tetangga sebelah pun ikut kena getahnya.

Dampak Langsung: Tamparan Keras bagi Investor Ritel

Bayangkan, Anda adalah seorang investor ritel masyarakat biasa yang menaruh sebagian dana publik dengan modal kepercayaan penuh. Anda bukan trader profesional. Saat GCG sebuah platform jebol, kerugian yang Anda rasakan itu berlapis:

  • Kerugian Dana (Rugi Materi)
    Ini yang paling pahit. Ada potensi kerugian dana yang nyata, entah itu hilangnya pokok investasi atau imbal hasil (return) yang mandek. Uang yang susah payah dikumpulkan bisa hilang dalam semalam.

  • Ketidakpastian (Rugi Waktu & Energi)
    Selain uang, yang paling menyiksa adalah ketidakpastian pengembalian. Kapan dan berapa yang akan kembali? Prosesnya berlarut-larut, menguras energi dan harapan.

  • Hilangnya Rasa Aman (Rugi Psikologis)
    Ini fundamental. Kasus ini merusak benteng terakhir: hilangnya rasa aman berinvestasi. Padahal, sebagian besar investor ritel di P2P lending ini hanya mengandalkan kepercayaan pada janji legalitas OJK dan nama besar platform. Ketika kepercayaan itu dikhianati, mereka akan trauma dan skeptis pada semua investasi digital.

Dampak Sistemik: Efek Domino ke Seluruh Industri

Goyangnya satu platform besar nggak berdiri sendiri. Kasus ini menciptakan efek domino yang menyebar ke seluruh ekosistem P2P lending:

  • Kepercayaan Publik Anjlok
    Publik jadi ragu. Pertanyaan "kalau yang legal dan besar aja bisa begini, apalagi yang kecil?" otomatis muncul. Ini menyebabkan turunnya kepercayaan publik secara menyeluruh, bahkan pada platform lain yang sehat dan memiliki tata kelola baik.

  • Regulator Semakin Waspada
    OJK
    atau regulator lain tentu akan meningkatkan pengawasan. Peningkatan kehati-hatian ini mungkin akan menghasilkan aturan yang lebih ketat, yang meskipun baik bisa membuat gerak inovasi industri jadi sedikit terhambat.

  • Stigma Negatif
    Seluruh industri P2P lending dicap buruk. Muncul stigma negatif bahwa semua platform berpotensi bermasalah. Padahal, banyak platform yang governance-nya sudah kuat dan berjalan profesional. Mereka ikut menanggung dosa platform yang gagal GCG.

Intinya, kegagalan GCG mengubah P2P lending dari instrumen harapan menjadi sinonim risiko tinggi di mata masyarakat.

Baca juga : Peran Manajemen Risiko dalam Mendukung Praktik Good Corporate Governance (GCG) yang Efektif

Pelajaran Penting sebelum Berinvestasi di P2P Lending

Kasus Investree adalah wake-up call termahal bagi kita semua. P2P lending memang menggiurkan, tapi jangan pernah lagi menaruh dana publik hanya bermodal "rasa aman" yang semu. Ini tiga kunci utama agar Anda jadi investor cerdas, bukan sekadar pengejar cuan cepat:

1. Izin OJK Bukan Magic Word Anti-Gagal

Berhenti menjadikan izin OJK sebagai satu-satunya tolak ukur. Kenyataannya, izin OJK adalah syarat minimum bagi sebuah platform untuk beroperasi, bukan jaminan dana Anda bebas risiko 100%.

Setelah tragedi GCG ini, mentalitas investor harus berubah. Anda wajib melakukan penilaian mandiri terhadap tata kelola platform. Jangan serahkan nasib uang Anda sepenuhnya pada regulator, karena mereka tidak duduk di meja keputusan harian platform tersebut.

2. Pahami GCG secara Praktis: Be a Private Investigator

Membaca laporan GCG yang tebal memang membosankan, tapi ada beberapa pertanyaan sederhana yang bisa Anda ajukan sebagai investor ritel untuk menguji integritas:

  • Aksesibilitas Informasi
    Apakah laporan keuangan, laporan operasional, dan data penting lainnya (termasuk outstanding loan dan angka TKB) mudah diakses di website? Platform yang transparan tidak akan menyembunyikan data.

  • Kejujuran Risiko
    Apakah platform menjelaskan risiko tinggi dan potensi gagal bayar secara jujur dan gamblang? Atau, mereka hanya fokus memamerkan imbal hasil (return) setinggi langit? Platform yang sehat akan mengedepankan literasi keuangan dan peta risiko yang utuh.

  • Struktur Pengawasan
    Bagaimana rekam jejak manajemen dan struktur pengawasannya? Apakah mereka melibatkan pihak independen yang kredibel, yang bisa menjamin tidak ada konflik kepentingan di dalam?

3. Waspada Risiko, Jangan Terbuai Angka Return

Prinsip dasar investasi tidak akan pernah berubah: Imbal hasil tinggi selalu sejalan dengan risiko tinggi. P2P lending bukan pengganti tabungan, melainkan instrumen risiko tinggi yang butuh kewaspadaan ekstra.

Jangan pernah masukkan semua telur Anda dalam satu keranjang. Diversifikasi tetap menjadi prinsip utama! Sebaiknya, alokasikan dana investasi Anda ke beberapa platform dengan profil risiko yang berbeda, serta ke instrumen lain, untuk meminimalisasi kerugian jika satu tata kelola platform bermasalah.

Jadilah investor cerdas yang skeptis, bukan investor yang cepat cuan tapi mudah goyah.

Peran Regulator dan Tantangan Pengawasan

Mari kita realistis. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang memegang peran penting sebagai "wasit" yang mengatur dan mengawasi industri P2P lending. 

Mereka adalah final boss yang memberikan izin, sekaligus pengawas yang menjaga agar tidak terjadi pelanggaran regulasi dasar.

Namun, pengawasan regulator punya batasnya. Mereka tidak bisa ikut mengontrol risiko internal dan keputusan manajerial yang diambil setiap hari oleh perusahaan. 

Ibaratnya, OJK hanya bisa mengawasi dari luar gerbang, sementara dapur operasional dan risiko internal sepenuhnya ada di tangan manajemen platform.

Ke depan, tren pengawasan bergerak ke arah risk-based supervision (pengawasan berbasis risiko), yang akan lebih fokus pada sistem internal perusahaan. 

Tapi, satu hal yang pasti: edukasi investor tetap menjadi benteng pertama perlindungan publik. Jangan berharap OJK sendirian bisa mengamankan 100% dana publik Anda.

Baca juga : Memperkuat Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Bulan Ramadan

Refleksi: Investasi Digital Butuh Skeptisisme Sehat

Kasus Investree ini memberi satu pelajaran emas yang tak boleh dilupakan, terutama di era investasi digital yang serba cepat ini: kepercayaan tidak boleh menggantikan analisis.

Meskipun sebuah platform punya brand besar, tampilan profesional, dan legalitas formal dari OJK, semua itu harus selalu Anda imbangi dengan pemahaman yang mendalam tentang tata kelola dan risiko.

Investor yang cerdas itu bukan yang paling cepat tergiur dan paling cepat menaruh uang. Justru, investor cerdas adalah yang paling siap dan paling paham akan konsekuensi dari setiap keputusan investasi

Jadi, sudah saatnya Anda menjadi investor yang skeptis, yang bertanya lebih dalam, alih-alih mudah yakin hanya karena janji cuan atau logo yang meyakinkan. Jadikan GCG sebagai filter utama Anda.

Kesimpulan

Kasus Investree adalah final exam bagi kita semua. Ia menunjukkan bahwa kegagalan Good Corporate Governance (GCG) dapat meruntuhkan kepercayaan, bahkan pada platform yang tampak besar dan kokoh sekalipun. 

Dalam industri P2P lending, GCG bukan sekadar formalitas yang dicentang di laporan, melainkan fondasi keberlanjutan dan perlindungan sejati bagi dana publik.

Bagi Anda sebagai investor ritel, pelajaran terpentingnya jelas: jangan hanya bertanya “apakah platform ini legal dan berizin OJK?”, tapi juga “apakah platform ini dikelola dengan sehat dan transparan?” 

Karena dalam dunia investasi digital, risiko terbesar sering kali muncul bukan dari gejolak pasar atau ekonomi, melainkan dari tata kelola internal yang rapuh.

FAQ 

1. Jadi, apakah semua P2P lending itu pasti berisiko tinggi?

Tidak semua, tapi ya... risikonya memang lebih tinggi dibanding investasi konvensional kayak deposito atau obligasi. Kenali dulu jenis pinjamannya.

2. Izin OJK itu jaminan dana aman 100%, kan?

Nggak. Izin OJK itu hanya memastikan platform patuh pada regulasi dasar. Ini kayak "tiket masuk" untuk beroperasi, bukan "asuransi" anti-rugi. Anda tetap harus cek tata kelola.

3. Apa hubungan GCG dengan uang saya sebagai investor?

GCG itu rulebook perusahaan. Dia yang menentukan bagaimana risiko dikelola, seberapa transparan informasi disampaikan, dan seberapa akuntabel manajemen saat terjadi masalah. GCG yang kuat = benteng pertahanan dana Anda.

4. Pelajaran utama apa dari kasus Investree?

Bahwa tata kelola (GCG) itu jauh lebih penting daripada sekadar branding dan kecepatan pertumbuhan agresif demi mengejar cuan atau volume.

5. Setelah kasus ini, apakah P2P lending masih layak dipertimbangkan?

Masih layak! Asalkan Anda investor cerdas yang sudah paham betul risiko-nya dan menerapkan prinsip utama: diversifikasi. Jangan taruh semua uang di satu tempat.

6. Gimana cara kita sebagai investor ritel menilai GCG platform?

Jangan cuma lihat return tinggi. Baca laporan mereka (walau membosankan!), cari tahu rekam jejak manajemen risiko-nya, dan pastikan mereka transparan soal angka TKB dan outstanding loan. Jangan mudah tergiur.



Butuh konsultasi lebih lanjut tentang

Business Strategy

Share on :

Baca Juga Insight lainnya
Belajar dari Badai Investree

Mengapa GCG Adalah 'Nyawa' Investasi yang Sering Diabaikan Hingga Uang Melayang

ARTICLE

15 Des 2025

low angle photography of high rise building under blue sky during daytime
low angle photography of high rise building under blue sky during daytime
low angle photography of high rise building under blue sky during daytime
Survival Guide 2026

17 Dosa Besar Bisnis yang Haram Dilakukan Jika Ingin Selamat dari 'Kiamat' Digital

ARTICLE

12 Des 2025

low angle photography of high rise building under blue sky during daytime
low angle photography of high rise building under blue sky during daytime
low angle photography of high rise building under blue sky during daytime
Bukan Sekadar Teori

Bedah Tuntas Step-by-Step Manajemen Risiko ISO 31000:2018 agar Bisnis Tahan Banting

ARTICLE

9 Des 2025

low angle photography of high rise building under blue sky during daytime
low angle photography of high rise building under blue sky during daytime
low angle photography of high rise building under blue sky during daytime

Let's Shape
Your Future Together

Whether you’re a startup looking to disrupt the market or an established organization seeking to optimize operations, Proxsis Consulting is here to guide you on your journey. Let’s collaborate to turn challenges into opportunities and build a prosperous future for your business. Contact us today to get started.

Proxsis & Co. HQ

Gd. Permata Kuningan Lt. 17, Jl. Kuningan Mulia, Menteng Atas, Setiabudi, South Jakarta City, Jakarta 12920

P:

(021) 837 086 79

M:

(+62) 811-1797-485

E:

cs@proxsisgroup.com

OPTIMIST

OVERJOYED

OUTSTANDING

Part of

© 2025

PT Proxsis Strategi Bisnis

Brand & Website by

Proxsis & Co. HQ

Gd. Permata Kuningan Lt. 17, Jl. Kuningan Mulia, Menteng Atas, Setiabudi, South Jakarta City, Jakarta 12920

P:

(021) 837 086 79

M:

(+62) 811-1797-485

E:

cs@proxsisgroup.com

OPTIMIST

OVERJOYED

OUTSTANDING

Part of

© 2025

PT Proxsis Strategi Bisnis

Brand & Website by

Proxsis & Co. HQ

Gd. Permata Kuningan Lt. 17, Jl. Kuningan Mulia, Menteng Atas, Setiabudi, South Jakarta City, Jakarta 12920

P:

(021) 837 086 79

M:

(+62) 811-1797-485

E:

cs@proxsisgroup.com

OPTIMIST

OVERJOYED

OUTSTANDING

Part of

© 2025

PT Proxsis Strategi Bisnis

Brand & Website by

🇮🇩 Indonesia