Beberapa hari terakhir, Indonesia dilanda gelombang aksi protes yang masif dan penuh kekerasan. Dimulai di Jakarta, gelombang demonstrasi menyebar ke Makassar dan Surabaya, memicu gangguan besar terhadap aktivitas bisnis, transportasi publik, distribusi logistik, dan keamanan pekerja.
Menurut Reuters, aksi protes menyulut kemarahan publik setelah seorang driver ojol tewas tertabrak oleh mobil taktis polisi di Jakarta—pemicu kerusuhan skala nasional. Demonstrasi kini telah berlangsung di lebih dari 32 provinsi, mencakup pembakaran gedung DPRD, kerusakan fasilitas publik, dan bentrokan dengan aparat.
Apa Dampak Nyata terhadap Bisnis dan Infrastruktur?
Laporan dari AP News Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai IDR 55 miliar (sekitar USD 3,3 juta): transportasi massal hancur, halte dibakar, rute Transjakarta lumpuh, MRT hanya beroperasi hand-to-mouth antara Lebak Bulus dan Blok M. Di Surabaya, hotel dan kantor polisi dirusak—contohnya, Hotel Sahid dilaporkan rusak parah setelah dilempari batu dan tong sampah di lobinya.
Di Makassar, protes memuncak dengan pembakaran gedung DPRD. Insiden ini menewaskan tiga orang dan melukai lima lainnya, menurut laporan AP News. Selain itu, infrastruktur penting seperti halte, mall, dan sejumlah fasilitas publik juga mengalami kerusakan luas di berbagai kota besar.
Pasar keuangan juga tak luput terdampak. The Financial Times melaporkan indeks saham Jakarta turun 1,5%, sementara nilai tukar rupiah melemah sebesar 0,8% terhadap dollar AS.
Baca juga : Organisasi Antifragile: Strategi Tahan Guncangan Ekonomi 2025
Risiko Eksternal yang Mengancam
Komunitas bisnis kerap fokus pada risiko internal: operasional, finansial, supply chain, atau compliance. Namun, kejadian terbaru ini membuktikan bahwa risiko eksternal—sosial, politik, dan keamanan—dapat berdampak jauh lebih besar.
Bayangkan saja: aktivitas logistik terganggu total ketika jalan utama di Jakarta ditutup, atau distribusi barang tertunda saat demonstrasi mengunci akses ke pusat kota. Di Makassar, keamanan kantor bisa ambruk saat DPRD dibakar—membuktikan bahwa resilient control perlu melibatkan peta risiko sosial-politik.
Manfaat Enterprise Risk Management (ERM)
Inilah mengapa Enterprise Risk Management (ERM) menjadi kunci:
Emerging Risk Identification
Risiko sosial-politik seperti ini adalah emerging risks—jarang terjadi tapi sangat berdampak. Dengan memperhitungkannya, perusahaan bisa lebih tanggap terhadap dinamika lingkungan sekitar.Scenario Planning
ERM memungkinkan simulasi situasi tak terduga, misalnya:Apa respon jika Transjakarta lumpuh total?
Bagaimana menjaga distribusi saat Surabaya memanas?
Apa langkah mitigasi saat DPRD Makassar disusupi massa?
Praktik ini memperkuat respons proaktif daripada hanya reaktif.
Mitigasi Dampak Finansial dan Reputasi
Organisasi yang sudah memiliki risk mapping sosial-politis dapat menjaga komitmen layanan, menekan biaya darurat, dan mempertahankan citra profesional meski di tengah gejolak.
Pembahasan terkait ERM bisa dibaca lebih lengkap di artikel kami lengkap yang bertajuk “Enterprise Risk Management (ERM): Pengertian, Manfaat, dan Implementasi” baca selengkapnya.
Baca juga : Audit Berbasis Risiko: Strategi Efektif PPPSPM di Keuangan
Siapakah yang Paling Terdampak?
Menurut data tahun 2021, PDRB Kota Jakarta mencapai Rp 3.44 juta miliar—menjadikannya motor ekonomi nasional. Surabaya menyusul di belakang dengan PDRB sekitar Rp 715 triliun. Rusaknya aktivitas di kedua kota ini mencerminkan potensi kerugian ekonomi yang jauh lebih ranum dibandingkan wilayah lainnya.
Mengapa Perlu Integrasi Risk Mapping Holistik?
Kejadian ini menyadarkan kita satu hal: risk management tidak boleh sekadar internal-focused. Perusahaan perlu memperluas peta risiko ke arah sosial, politik, dan keamanan publik.
Langkah praktis yang harus diambil:
Tinjau ulang framework risiko dan masukkan faktor sosial-politik.
Bentuk unit yang memonitor berita dan intelijen situasional lokal (Jakarta, Makassar, Surabaya).
Integrasikan scenario planning ke struktur ERM.
Pastikan tim finance, logistics, HR, dan risk collaborate secara real-time.
Gejolak sosial-politik di Jakarta, Makassar, dan Surabaya bukan sekadar headline media—melainkan alarm kuat bagi dunia usaha bahwa resiliensi organisasi hanya bisa tercapai lewat risk mapping yang benar-benar menyeluruh.
Kini saatnya memperkuat Enterprise Risk Management (ERM) dengan melihat lebih luas, mengantisipasi lebih cepat, dan menjaga agar bisnis tetap berjalan walau gelombang sosial berubah arah.
Sebagai langkah strategis, organisasi dapat memanfaatkan layanan Governance, Risk & Compliance (GRC) Proxsis Strategy. Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat membangun framework risiko yang holistik, integrasi audit & compliance, serta meningkatkan ketahanan jangka panjang.

Subject Matter Expertise
Butuh konsultasi lebih lanjut tentang
Governance, Risk, & Compliance
Share on :